Oleh: Zelania In Haryanto

Zaman modern sudah memberi banyak perubahan pada kehidupan manusia, di antaranya adalah faktor kesehatan yang semakin kompleks terutama mental. Tekanan dari dalam maupun luar sangat berpotensi menyebabkan stres sampai depresi, keadaan yang kerap diderita oleh manusia modern sehingga memicu kecemasan. Belum lagi mereka yang mendapatkan luka mental di masa lalu, tentu akan menderita kesulitan dalam menjalani kehidupan keseharian dikarenakan terganggunya fungsi fisik serta psikologis. Bila telah menyebabkan gangguan pada kegiatan harian, pertolongan profesional sangat diperlukan guna penyembuhannya. Namun, selain bantuan profesional, seseorang juga dapat melakukan penyembuhan diri atau self healing dengan pendekatan agama Islam, yang dapat kita sebut dengan Islamic healing.

Sebelum kita membahas mengenai Islamic healing, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa itu self healing. Secara umum, karakteristik self healing (penyembuhan diri) yaitu hati yang tenang dan bersih.1 Pengulangan penyembuhan diri yang konsisten dapat dilakukan secara terpisah untuk memperoleh hasil terbaik dalam menjaga kesehatan mental.2 Pendekatan ini tidak bergantung pada pengobatan tertentu, tetapi lebih memfasilitasi pelepasan emosi dan perasaan secara alami baik dalam tubuh maupun pikiran.3 Fenomena penyembuhan diri terkait erat dengan keyakinan, karena konsep diri berfungsi sebagai katalis utama untuk keyakinan diri.4

Penyembuhan diri mengacu pada kemampuan bawaan tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri, karena istilah “penyembuhan” dipahami sebagai prosedur pengobatan atau pemulihan yang sistematis.4 Tujuan penting dari penyembuhan diri adalah untuk mencapai kesadaran diri. Setelah mencapai penyembuhan diri, seseorang akan mengembangkan keyakinan diri yang meningkat dalam menghadapi tantangan hidup, menerima kesalahan dan kesulitan.5 Konsep yang mendasari proses penyembuhan diri adalah bahwa tubuh manusia memiliki kapasitas bawaan untuk memulihkan dan memperbaiki dirinya sendiri melalui mekanisme alami tertentu.6 Tujuan dari proses penyembuhan diri ini adalah untuk mengurangi stres, ketakutan, dan gejala tekanan mental dan emosional lainnya.7

Dalam Islam, konsep penyembuhan diri dicontohkan oleh keputusan Nabi untuk melakukan tahajud dan dzikir di Gua Hira, yang melibatkan penyerahan hatinya kepada Allah SWT, ketika menghadapi situasi sulit.8 Untuk mencari kesembuhan, Nabi melakukan pengabdian dan meditasi dengan mendekatkan diri kepada-Nya. Nabi mengamati praktik melakukan salat sebagai sarana untuk mencapai ketenangan pikiran, sehingga memungkinkan perenungan yang efektif terhadap kesejahteraan mental dan fisik.9

Dalam Islam, Al-Qur’an serta Hadits berfungsi selaku sumber inti petunjuk bagi umat Islam dalam banyak bidang kehidupan, yang mencakup masalah spiritual dan etika. Satu diantara konsep krusial dalam Al-Qur’an yang sangat dekat dengan Islamic healing adalah muhasabah, yaitu introspeksi diri maupun mengevaluasi tindakan diri sendiri. Muhasabah merupakan salah satu cara untuk self healing. Muhasabah adalah istilah yang berasal dari kata حاسب – يحاسب, yang dalam bentuk masdar (dasar) berarti menghitung, mengoreksi, dan introspeksi. Dengan demikian, muhasabah merujuk pada upaya seseorang guna menghitung serta melakukan evaluasi diri, mengecek berapa banyak dosa yang sudah dilaksanakan serta kebaikan apa saja yang belum dilaksanakan.10

Proses self healing adalah bagian dari upaya menjaga kesehatan psikologis. Proses ini dimulai dengan menerima diri sepenuhnya, mengidentifikasi sumber masalah, memahami penyebab konflik, dan berusaha menyelesaikannya, baik masalah pribadi maupun yang melibatkan orang lain. Self healing bukan hanya melibatkan perawatan fisik, tetapi juga aspek spiritual. Dalam Islam, kesembuhan datang dari Allah, sedangkan dokter hanya sebagai perantara.11 Islam mengajarkan muhasabah sebagai solusi untuk menguatkan mental yang lemah, menyembuhkan mental yang terluka, serta mengatasi konflik batin dan masalah emosional yang ada. Muhasabah berperan penting dalam proses self healing, dengan cara fokus pada masalah yang dilawan, menerimanya dengan lapang dada, dan mengingat Allah sebagai sumber pertolongan.12 Muhasabah selaku tahapan self healing adalah solusi yang ditawarkan agama untuk penyembuhan jiwa dan spiritual manusia modern. Dengan introspeksi yang benar, seseorang akan lebih berhati-hati dalam bertindak, cepat bertaubat jika berbuat salah, dan mampu melakukan pengendalian diri, sehingga jadi lebih baik dalam segala hal dan menyebarkan energi positif di sekitarnya.

Selain dalil di dalam Al-Qur’an, konsep Islamic healing juga ada pada Hadis Nabi Muhammad saw. Berikut ini yakni satu diantara Hadis terkait self healing bagi luka mental:

 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللََِّّ الدُّؤَلِ يِ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ ابْنِ أَخِي حُذَيْفَةَ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ كَانَ ال نَّبِيُّ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى (رواه أبوداود)

 

“Sudah mengisahkan pada kami Muhammad bin Isa, sudah mengisahkan pada kami Yahya bin Zakariya dari Ikrimah bin Ammar dari Muhammad bin Abdillah ad-Du’ali dari Abdul Aziz keponakan Hudzaifah dari Hudzaifah, ia berucap: “Jika Nabi Muhammad saw. memiliki rasa resah dikarenakan suatu hal, beliau salat” (H.R. Abu Daud No. 1319).13

Hadis di atas mengandung makna bahwa salat tidak hanya mengajarkan ketaatan kepada Allah SWT.14 Lafadz إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ mengandung makna “ketika sesuatu yang penting menimpa mereka atau mereka merasa sedih”. Lafadz حَزَبَه pada huruf ب juga diartikan sebagai الحزن, yang bermakna kesedihan. Al-Munziri menyebutkan bahwa hadis ini juga diriwayatkan secara mursal, kecuali dalam lafadz إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى في اخر الليل.15 Selain itu, ayat Al-Qur’an Q.S. al-Baqarah [2]: 45 bahwa konsistensi dalam salat akan terasa berat terkecuali guna mereka yang khusyuk kepada Allah SWT., yang jiwanya penuh keimanan, sehingga mereka segera salat untuk mendamaikan hati dan menghilangkan kegundahan mereka.16

Terdapat redaksi Hadis lain mengenai self healing yang berbunyi di bawah ini:

 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالََّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَقَ يُحَدِ ثُ عَنْ الَْْغَ ر أَبِي مُسْلِمٍ أَنَّهُ قَالَ أَشْهَدُ عَلَى أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِ يِ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِ يِ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لََّ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَََّّ عَزَّ وَجَلَّ إِلََّّ حَفَّتْهُمْ الْمَلََئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَ لَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللََُّّ فِيمَنْ عِنْدَه )رواه مسلم(

 

Nabi Muhammad saw. bersabda: “Tidaklah sebuah kaum berkumpul guna melakukan dzikir (mengingat Allah), terkecuali dinaungi oleh para malaikat, diberi kesimpahan pada mereka rahmat, diturunkan pada mereka rasa tenang, serta Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk-Nya” (H.R. Muslim No. 2700).17

Hadis di atas menunjukkan keutamaan berzikir, majelis zikir, serta keberkahan berteman dengan orang-orang saleh. Al-Qadhi Iyad menyebutkan bahwa zikir terbagi jadi dua, yakni zikir dengan hati serta lisan. Zikir dengan hati ialah merenungkan kebesaran Allah dan mematuhi perintah serta larangan-Nya (Imam Nawawi). Zikir yakni kunci ketenangan hati, inti dari kebahagiaan, karena dengan zikir hati manusia sekadar bergantung pada Allah SWT. serta tidak pada yang lain. Zikir menyebabkan sakinah (ketenangan), rahmat, dan dikelilingi malaikat.18

Selain itu, terdapat juga hadis lain yang seirama dengan hadis di atas mengenai self healing, yaitu sebagai berikut:

 

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الَْْعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَ يرَةَ عَنْ النَّبِ يِ صَلَّى اللََُّّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللََِّّ تَعَالَى يَتْلُونَ كِتَابَ اللََِّّ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلََّّ نَزَ لَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلََئِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللََُّّ فِيمَنْ عِنْدَهُ )رواه مسلم(

 

Nabi Muhammad saw. bersabda: “Tidaklah sebuah kaum berkumpul di satu diantara rumah dari rumah-rumah Allah, guna membaca serta mempelajari kitab-Nya, terkecuali sakinah (ketenangan) turun pada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, serta Allah menyebut mereka di hadapan makhluk-Nya” (H.R. Muslim No. 2700).17

Hadis di atas menunjukkan tentang keutamaan membaca serta mendalami Al-Qur’an, baik dalam majelis umum maupun khusus. Sakinah, rahmat, dan malaikat yang menaungi mereka menunjukkan betapa pentingnya menghadiri majelis zikir dan majelis ilmu. Membaca Al-Qur’an secara teratur, diiringi dengan pemahaman akan maknanya, membantu menjelaskan sasaran hidup. Ketika Al-Qur’an berfungsi selaku pedoman hidup, kita bisa yakin bahwa setiap aktivitas yang kita lakukan di dunia dan yang kita jalani dalam hidup ini akan senantiasa dijaga dan diarahkan oleh Tuhan kita.19

Pedoman hadis dan Al-Qur’an diatas menunjukkan pentingnya salat dan zikir sebagai bentuk self healing bagi kesehatan mental. Kedua aktivitas tersebut selain untuk mendekatkan seseorang kepada Allah SWT., juga untuk memberikan ketenangan jiwa serta menyembuhkan luka mental, sehingga seseorang dapat lebih kuat menghadapi berbagai tantangan hidup yang dialaminya.

REFERENSI

 

1 Zakiah, N. (2022). Menjaga Kesehatan Mental dengan Self Healing. Jakarta: Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.

2 Rahmasari, D. (2020). Self Healing is Knowing Your Own Self. Surabaya: Unesa University Press.

3 Adila, S. N. (2020). Generasi Z & Self Healing dalam Karya Musik (Studi Analisis Resepsi Self Healing Generasi Z dalam Album “Mantra-mantra Oleh Kunto Aji. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4 Bachtiar, M. A., & Faletehan, A. F. (2021, Juni). Self-Healing sebagai Metode Pengendalian Emosi. 6(1).

5 Biscayawati, A. D. (2020). Analisis Semiotik Simbol Self Healing Pada Lirik Lagu dalam Album Menari Dengan Bayangan-Hindia. Surabaya: UIN Sunan Ampel.

6 Rahmawati, A. P. (2020). Analisis Nilai Sufistik dalam Prosedur Self Healing (Studi Deskriptif Analisis Pada Pelatihan Mind Healing Technique Angkatan ke-13 di Kota Bandung Tahun 2019). Bandung: UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

7 Islami, L. A. (2016). Self Healing dalam Mengatasi Post-Power Syndrome. Serang: UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

8 Arroisi, J. (2018, November). Spiritual Healing dalam Tradisi Sufi. TSAQAFAH Jurnal Peradaban Islam, 14(2).

9 Zakiah, N. (2022). Menjaga Kesehatan Mental dengan Self Healing. Jakarta: Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.

10 Zakiyah Darajat, Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah Tentang Kesehatan Mental dalam Mukjizat Al-Qur’an dan Sunnah tentang IPTEK, (Jakarta: GIP, 1997), 215.

11 Saila Rahmatika, Abd Rozaq, and Ulil Fauziyah, “Konsep Self-Healing Perspektif Al-Qur’an Dan Psikologi (Studi Atas Surah Al-Muzammil 1-10),” Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam 9, no. 2 (July 15, 2023): 116–31.

12 Ahmad Kamaluddin, Kontribusi Regulasi Emosi Qur’ani Dalam Membentuk Perilaku Positif (Surabaya: Cipta Media Nusantara, 2022), 62.

13 Abi Daud. (2009). Sunan Abi Daud (Jilid 2). Beirut: Dar ar-Risalah al-‘Alamiyyah.

14 Fadil, A. (2018). Shalat Sebagai Obat (Kajian Hadis Tahlili). UIN Alauddin Makassar.

15 Syariful Haq. (2005). ‘Aunul Ma’bud ‘ala Syarhi Sunan Abi Daud (Cetakan 1). Beirut: Dar Ibn Hazm.

16 Azmi, R. (2017). Hubungan Sabar dan Shalat dalam al-Qur’an. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.

17 Muslim. (2015). Shahih Muslim (Edisi 2). Riyadh: Dar al-Hadhrah li an-Nasyri wa at-Tauzi.

18 Tarwalis. (2017). Dampak Dzikir Terhadap Ketenangan Jiwa (Studi Kasus di Gampong Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar). Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

19 Khafidoh, E. N. (2021). Studi Komparatif Pendidikan Islam dalam Tembang Lir-Ilir Karya Sunan Kalijaga dan Tembang Tombo Ati Karya Sunan Bonang. Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.

 

 

Oleh: Sayyidah Maulidatul Afraah

Di zaman disrupsi seperti sekarang, generasi muda tengah menghadapi perubahan yang sangat cepat akibat kemajuan teknologi digital. Apakah kamu tahu apa arti dari disrupsi? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disrupsi berarti tercabut dari akar. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, disrupsi menggambarkan sebuah fenomena perubahan yang bersifat mendasar, terutama akibat perkembangan teknologi yang menyentuh berbagai aspek kehidupan (Kasali, 2018). Era ini membawa berbagai tantangan, terutama bagi generasi muda muslim. Namun, mereka diharapkan untuk tetap memanfaatkan potensi pada dirinya, tidak berhenti belajar, hingga menjadi generasi yang berprestasi sambil menjaga nilai-nilai keislaman. Seperti firman Allah pada QS. Al-Mujadalah [58]: 11:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

 

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah [58]: 11)”

 

Dalam ayat tersebut, Allah menyampaikan bahwa Dia akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan memiliki ilmu. Pesan ini menjadi motivasi penting bagi generasi muda Muslim untuk terus menuntut ilmu dan mengembangkan pengetahuan. Sebab, iman dan ilmu adalah fondasi utama untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat.

Generasi muda Muslim yang berprestasi merupakan sosok-sosok yang mampu meraih keberhasilan di berbagai bidang kehidupan—baik akademik, profesional, maupun sosial—tanpa melepaskan nilai-nilai Islam yang mereka anut. Mereka tidak hanya cakap dalam sains dan teknologi, tetapi juga menjunjung tinggi akhlak yang mulia, memiliki integritas, serta memberi kontribusi positif bagi masyarakat dan umat.

 

Tantangan Perkembangan Teknologi di Era Disrupsi

Menurut sebuah artikel yang disusun oleh Abdul Rashid Abdul Aziz, Rabi’ah, dan Ihda Ihromi pada tahun 2023 terkait Peluang dan Tantangan Moderasi Beragama di Era Digital, ada tiga tantangan perkembangan teknologi di era disrupsi (Aziz dkk., 2023).

  1. Kekeliruan Informasi akibat Hoax

Generasi muda kerap mengalami kesulitan dalam membedakan informasi yang valid dan yang menyesatkan. Ketika hoaks dianggap sebagai kebenaran, hal ini bisa menyebabkan kesalahpahaman terhadap suatu isu. Oleh karena itu, keterampilan literasi digital menjadi sangat krusial agar mereka mampu mengecek keaslian sumber informasi sebelum menjadikannya rujukan dalam kegiatan belajar. Pentingnya meneliti kebenaran berita juga telah disampaikan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada QS. Al-Hujurat [49]: 6, yang mengajarkan agar setiap kabar yang diterima diperiksa lebih dulu, guna menghindari kesalahan dan dampak negatif di masa mendatang.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 6)

  1. Permasalahan paham radikalisme

Paparan terhadap paham radikalisme dapat mengganggu konsentrasi generasi muda dalam menempuh pendidikan. Alih-alih berfokus pada belajar dan pengembangan diri, mereka justru bisa terbawa ke dalam pemikiran atau tindakan ekstrem. Situasi ini tidak hanya menghambat pencapaian akademik, tetapi juga dapat merusak masa depan mereka. Oleh karena itu, sangat penting bagi generasi muda untuk memiliki pemahaman agama yang tepat serta kemampuan berpikir kritis dalam menyikapi berbagai konten yang tersebar di dunia digital.

  1. Bahaya polarisasi sosial media

Polarisasi dapat menyebabkan generasi muda hanya menerima informasi dari satu sisi saja, yang berisiko menimbulkan pemahaman yang tidak utuh atau cenderung bias. Kondisi ini bisa menghambat kemampuan mereka dalam berpikir kritis, menyusun argumen yang seimbang, serta menulis karya ilmiah yang objektif. Untuk mengatasi hal tersebut, penting bagi generasi muda untuk terbiasa mencari informasi dari berbagai sumber, terbuka terhadap beragam sudut pandang, dan aktif terlibat dalam diskusi yang konstruktif.

 

Strategi Menghadapi Tantangan di Era Disrupsi

Menurut sebuah artikel yang susun oleh Achmad Tahar, Pompong B. Setiadi, dan Sri Rahayu pada tahun 2022, terkait Peluang dan Tantangan Moderasi Beragama di Era Digital, ada tiga strategi yang dapat diimplementasikan dalam menghadapi tantang di Era Disrupsi.

  1. Digital Skill for Digital Competency

Generasi muda Muslim perlu membekali diri dengan kompetensi digital yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kesadaran dalam menggunakan teknologi informasi. Kompetensi ini mencakup kemampuan menggunakan perangkat lunak dan alat digital, serta pemahaman tentang keamanan siber, etika digital, dan literasi informasi. Kompetensi tersebut dapat melalui kursus online maupun pelatihan untuk mengembangkan keterampilan digital seperti desain grafis maupun pemrograman. Sehingga, generasi muda memiliki digital skill untuk kompetensi yang sesuai dengan perkembangan dan permasalahan terkini.

  1. Penerapan Digital Competency Development

Pengembangan dan penerapan kompetensi digital secara efektif adalah kunci keberhasilan dalam adaptasi teknologi. Generasi muda muslim perlu memahami bagaimana teknologi dapat digunakan untuk memecahkan masalah dan menciptakan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Seperti terlibat dalam proyek atau start-up yang menggunakan teknologi digital untuk menciptakan solusi atas masalah-masalah sosial atau ekonomi. Proyek tersebut dapat berupa pembuatan aplikasi yang mendukung pendidikan Islam atau platform digital yang mempromosikan bisnis halal. Sehingga, mereka melalui penerapan digital competency development ini untuk bekal dalam mengikuti kompetisi terkini, memberi solusi dalam kehidupan sehari-hari, hingga menghasilkan karya inovasi.

  1. Peningkatan Human Value

Di era digital, penting bagi generasi muda muslim untuk tidak hanya fokus pada keterampilan teknis, tetapi juga pada pengembangan nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, simpati, dan kemampuan berkomunikasi dengan berbagai golongan sosial. Seperti aktif dalam kegiatan sosial baik online maupun offline, yang bertujuan untuk membantu sesama. Inisiasi tersebut dapat berupa pembuatan kampanye sosial melalui media sosial atau bergabung dengan gerakan sosial. Sehingga, mereka dapat memberikan kontribusi dan manfaat yang signifikan terhadap masyarakat dan umat.

 

Dengan mengimplementasikan strategi-strategi ini, generasi muda Muslim dapat membangun kompetensi yang diperlukan untuk sukses di era disrupsi, sekaligus mempertahankan identitas dan nilai-nilai keislaman yang kuat. Hal ini akan membantu mereka untuk tidak hanya berprestasi secara akademik dan profesional, tetapi juga berkontribusi positif bagi masyarakat dan umat. Hal ini sejalan dengan firman Allah pada QS. Ar-Ra’d [13]: 11, yang mengajarkan kita untuk proaktif dalam menghadapi perubahan.

 

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

 

Belajar dari Kisah Para Sahabat dan Tokoh Muslim

Pertama, Abdullah bin Abbas adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal karena kecerdasannya dan keilmuannya yang mendalam (Zahara, 2024). Ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW dan sejak kecil sudah menunjukkan kecenderungan yang kuat terhadap ilmu pengetahuan. Abdullah bin Abbas dikenal dengan gelar Tarjuman al-Qur’an (penafsir Al-Qur’an) karena pengetahuannya yang luas tentang tafsir. Ia belajar langsung dari Nabi Muhammad SAW dan kemudian dari sahabat-sahabat senior lainnya. Kecintaannya pada ilmu membuatnya terus belajar dan mengajar sepanjang hidupnya. Meskipun masih sangat muda, Abdullah bin Abbas sering mencari dan berdiskusi dengan para sahabat senior untuk belajar lebih banyak. Ia menunjukkan bahwa usia muda bukanlah halangan untuk mencapai pengetahuan yang tinggi.

Kedua, Dr. Hayat Sindi adalah seorang ilmuwan dan penemu dari Arab Saudi yang dikenal sebagai salah satu tokoh wanita paling berpengaruh di dunia sains (Desindatika, 2024).  Ia adalah wanita pertama dari Timur Tengah yang memperoleh gelar PhD dalam bioteknologi dari Universitas Cambridge. Dr. Sindi adalah co-founder Diagnostics for All, sebuah organisasi nirlaba yang mengembangkan alat diagnostik yang mudah digunakan dan murah untuk daerah terpencil. Sebagai wanita Muslim, Dr. Sindi berhasil menembus batas-batas yang biasanya dianggap sulit dicapai oleh wanita di dunia sains dan teknologi. Ia menjadi inspirasi bagi banyak wanita Muslim dan generasi muda untuk berani bermimpi besar dan mengejar karir dalam bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika).

Abdullah bin Abbas dari masa lalu dan Dr. Hayat Sindi dari masa kini menunjukkan bahwa kecintaan pada ilmu, keteguhan dalam menuntut ilmu, dan komitmen untuk menggunakan ilmu tersebut demi kemaslahatan orang banyak adalah kualitas-kualitas yang dapat membawa seseorang menuju prestasi besar. Generasi muda Muslim di era digital dapat meneladani semangat ini untuk mencapai kesuksesan sambil tetap memegang teguh nilai-nilai Islam.

 

Motivasi untuk Generasi Muda Muslim

Sebagai generasi muda kita perlu untuk berani bermimpi dan berinovasi. Jadikan iman dan taqwa sebagai fondasi dalam setiap langkah. Dengan iman yang kuat, kita akan memiliki ketenangan dan kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan. Hal tersebut sesuai dengan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Abbas RA yang menjelaskan terkait pentingnya memanfaatkan masa muda dengan sebaik-baiknya, sebelum datang masa tua, sakit, atau kesibukan. Bagi generasi muda Muslim, ini adalah panggilan untuk memaksimalkan potensi diri, mencapai prestasi, dan mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat sebelum kesempatan itu hilang.

 

“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, sehatmu sebelum datang sakitmu, kayamu sebelum datang miskinmu, waktu luangmu sebelum datang sibukmu, hidupmu sebelum datang matimu.”

 

Dengan memanfaatkan teknologi, berinovasi, dan menjaga nilai-nilai keislaman, kita dapat menjadi agen perubahan yang membawa manfaat bagi umat dan dunia. Semoga artikel ini dapat memberikan inspirasi dan motivasi untuk terus berusaha dan berprestasi di tengah segala perubahan.

 

Marâji’

Abdul Rashid Abdul Aziz, Rabi’ah, Ihda Ihromi. “Peluang dan Tantangan Moderasi Beragamadi Era Digital” dalam INTEGRASI : Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol. 1 No. 2, Tahun 2023.

Achmad Tahar, Pompong B. Setiadi, Sri Rahayu. “Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 Menuju Era Society 5.0” dalam Jurnal Pendidikan Tambusai, Vol. 6 No. 2, Tahun 2022.

Dwitisya Rizky Desindatika. “Dr Hayat Sindi, Muslimah Pendobrak Teknologi Kesehatan Dunia” https://langit7.id/read/132/1/dr-hayat-sindi-muslimah-pendobrak-teknologi-kesehatan-dunia-162487481. Diakses pada 29 Agustus 2024.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. “Disrupsi” https://www.kbbi.web.id/disrupsi. Diakses pada 29 Agustus 2024.

Muhammad Afiq Zahara. “Kisah Kepekaan Ibnu Abbas Sejak Kecil” https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/kisah-kepekaan-ibnu-abbas-sejak-kecil-xhj75. 2023. Diakses pada 29 Agustus 2024.

Rhenald Kasali. The Great Shifting: Ketika Platform Berubah Kehidupan dan Bisnis pun Berpindah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2018.

 

 

Oleh: Elanjati Worldailmi

Organisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, organisasi adalah suatu kesatuan yang terdiri daribeberapa bagian dalam suatu perkumpulan yang memiliki tujuan tertentu, atau sekelompokorang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pengertian umum, organisasi dapat diartikan sebagai lembaga atau institusi, serta dapat merujuk pada proses pengorganisasian fungsi-fungsi manajerial tertentu. Konsep organisasi memiliki dua pengertian: sebagai kata benda dan kata kerja. Ketika dipahami sebagai kata kerja, organisasimencakup serangkaian aktivitas yang dilakukan secara sistematis.

Secara esensial, organisasi adalah kerja sama formal antara dua orang atau lebih yang salingterikat dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Organisasi juga dapat dipandang sebagai tempat bagi individu untuk bekerja secara terarah dan terkendalidalam upaya mencapai target tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Ciri-ciri utama organisasi meliputi adanya tujuan yang ingin dicapai, struktur dan aturan formal, kerja sama antar anggota, serta pembagian tugas dan wewenang yang terkoordinasi.

Elemen penting dalam organisasi mencakup keanggotaan (baik pimpinan maupun yang dipimpin), kerja sama, tujuan bersama, lingkungan sekitar, sarana dan prasarana, sertakomunikasi. Keberadaan kerja sama memungkinkan tiap individu yang memiliki peranberbeda untuk mendukung tercapainya tujuan. Lingkungan sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi juga memengaruhi arah organisasi. Di sisi lain, komunikasi yang efektif menjadikunci utama untuk mewujudkan kerja sama antar anggota.

Beberapa bentuk organisasi yang umum dijumpai antara lain adalah:

Organisasi garis dan staf, yang membagi tugas menjadi dua kelompok: pelaksanaantugas utama dan pekerjaan sesuai spesialisasi.
Organisasi garis, yang biasanya terdiri dari sedikit anggota dan menjalankan tugaslangsung berdasarkan pembagian kerja.
Organisasi fungsional, di mana pemimpin menyampaikan instruksi kepada bawahannyasecara langsung, bahkan memungkinkan seseorang menerima perintah dari lebih darisatu atasan.
Organisasi komite, yang memiliki kewenangan kolektif dalam pengambilan keputusanmelalui musyawarah.

Kegiatan organisasi menuntut adanya koordinasi, komunikasi yang efektif, serta pembagianperan secara terstruktur. Dalam Islam, prinsip organisasi sangat ditekankan demi mencapaikemaslahatan bersama, sebagaimana ditegaskan dalam QS Al-Maidah ayat 2:

“…Dan saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlahkalian saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan…” (QS Al Maidah: 2)

Begitu pula dalam QS Ash Shaff ayat 4:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya bershaf-shaf(bersusun, berbaris-baris) seolah mereka adalah bangunan yang tersusun kokoh” (QS Ash Shaff: 4)

Rasulullah SAW menunjukkan kemampuan organisasi yang luar biasa, dengan menempatkansahabat-sahabatnya secara tepat dalam berbagai posisi strategis, baik dalam pemerintahan, peperangan, maupun penyelesaian masalah. Beliau juga selalu melibatkan musyawarahdalam perkara yang tidak berhubungan langsung dengan wahyu, seperti dalam Perang Badar saat menerima saran dari Al Habbab bin Mundzir r.a. dan ide Salman Al Farisi r.a. tentangpenggalian parit sebagai strategi pertahanan kota Madinah. Banyak teladan pengorganisasiandalam siroh nabawiyah yang menunjukkan pentingnya pengelolaan organisasi secara Islami.

Organisasi Sehat

Organisasi yang sehat adalah organisasi yang mampu menunjukkan kinerja optimal. Ciri-cirinya meliputi arah yang jelas (direction), akuntabilitas, koordinasi dan pengendalian, lingkungan dan nilai-nilai, orientasi eksternal, motivasi, kapabilitas, inovasi, sertakepemimpinan.

Terdapat tiga tipe pegawai dalam organisasi:

Quitters, yaitu pegawai yang pasif dan tidak menunjukkan semangat kerja.
Campers, yaitu mereka yang cepat puas setelah mencapai tujuan tertentu.
Climbers, yaitu pegawai yang terus berupaya berkembang dan mencapai tingkat lebihtinggi.

Organisasi yang sehat idealnya diisi oleh individu bertipe climbers yang memiliki dorongankuat untuk maju.

Budaya Organisasi Sehat

Kualitas sumber daya manusia dalam organisasi berkaitan erat dengan budaya organisasiyang terbentuk. Budaya ini tidak muncul secara instan, melainkan melalui proses panjangyang memerlukan komitmen dan kesabaran dari seluruh elemen organisasi. Budayaorganisasi dapat tumbuh secara efektif jika seluruh anggota mendukung nilai-nilai yang dibangun.

Ciri-ciri budaya organisasi yang sehat meliputi:

Identitas organisasi yang jelas (termasuk lokasi, legalitas, dan administrasi),
Status dan pembagian kerja SDM yang terstruktur,
Kejelasan visi dan misi,
Transparansi dalam manajemen,
Aktivitas kerja yang terarah dan sistematis (perencanaan, pelaksanaan, evaluasi),
Perhatian terhadap kesejahteraan anggota organisasi.

Sumber daya manusia dianggap sebagai aset berharga. Oleh karena itu, organisasi tidakhanya menuntut kinerja, tapi juga perlu menyediakan fasilitas yang menunjang kesejahteraandan produktivitas anggotanya.

Untuk membangun budaya organisasi yang sehat, diperlukan langkah-langkah seperti:

1. Konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai inti,
2. Sosialisasi melalui pelatihan dan orientasi,
3. Seleksi ketat saat rekrutmen agar sejalan dengan budaya organisasi,
4. Dukungan penuh dari manajemen atas,
5. Evaluasi berkala untuk menyesuaikan budaya dengan perubahan yang terjadi.

Budaya yang baik akan meningkatkan loyalitas dan komitmen anggota terhadap organisasi.

Visi Misi dan Ruh Organisasi

Organisasi dapat diibaratkan seperti kehidupan manusia—dimulai dari lahir, tumbuh, berkembang, hingga mengalami penurunan atau bahkan berakhir. Agar tetap “hidup”, seluruhbagian organisasi harus menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam konteks ini, visi dan misiberperan sebagai ruh atau nyawa organisasi. Tanpa keduanya, organisasi akan kehilanganarah dan akhirnya mati meskipun memiliki struktur fisik atau sumber daya yang lengkap.

Seringkali, organisasi yang sudah lama berdiri mengalami kejenuhan terhadap visi dan misiawal. Kegiatan menjadi rutinitas tanpa arah, dan tujuan utama pun dilupakan. Hal ini menjadiindikator bahwa organisasi sedang tidak sehat.

Semakin besar dan kompleks organisasi, semakin luas pula visi misi yang harus dirumuskan, lengkap dengan jangka waktu pencapaiannya. Pemimpin memiliki tanggung jawab untukterus menghidupkan semangat organisasi melalui penyampaian visi misi dan mengembangkan program-program yang konkret. Mereka juga perlu menjaga nilai-nilai inti yang menjadi identitas organisasi.

Apabila visi dan misi dilupakan, maka rutinitas kerja akan kehilangan makna, munculkepentingan pribadi, penyimpangan nilai, dan akhirnya organisasi kehilangan integritasnya. Oleh karena itu, menjaga keberlangsungan visi dan misi adalah kunci agar organisasi tetaphidup dan berkembang. Dukungan seperti pendanaan dan fasilitas memang penting, namuntanpa visi dan misi, semuanya akan kehilangan makna.